last day in 2013
Akhir tahun, sibuk apa? mengevaluasi pencapaian tahun ini atau meresetnya dengan resolusi baru? dalam proses atau masih berpikir untuk berproses?
Kata orang jangan tunggu cukup mampu untuk memulai sesuatu karena prosesnya yang akan membuat kita mampu.
Saat ini aku sedang tidak tertarik membicarakan Resolusi atau apa pun tentang pergantian tahun.
Aku sedang tertarik akan sesuatu yang mendasar dan seharusnya menjadi hak asasi manusia yang tak boleh di intervensi (alah ..kayakngerti-ngerti aja ini).
Aku ini muslim, lebih benar karena terlahir dari keluarga muslim. Tak membuka hati untuk menerima ajaran agama lain selain Islam, walau sesekali ku baca juga kitab suci agama lainnya yang lebih untuk membuatku yakin akan kendaraanku. Aku tidak hidup dilingkungan muslim yang fanatik, aku tak pernah dipaksakan untuk berhijab dari kecil dan bahkan sampai saat ini aku pun belum memutuskan untuk berhijab. Walau berhijab itu sudah seharusnya.
Orang tuaku, bukan orang yang berpendidikan tinggi atau mengenyam pendidikan agama berlebih hingga bisa mengajarkan aku banyak hal dalam agama. Nyatanya ayahku yang lulusan pondok pun tak pernah mendikteku akan agama malah memilih menyibukan diri sendiri walau yang perlu-perlu disampaikan juga. Ibu ku rela mengantarkan ku saat panasnya siang, sore yang hujan menuju TPA agar aku belajar dan terbiasa mendengar. Bunda pernah hidup dilingkungan Katolik, bahkan yang muslim dapat dihitung jari. bukan sekedar bergaul tapi bunda pernah bersekolah disekolah katolik, kebetulan sekolah favorit katanya. sampai saat ini tak membuat Bunda menebarkan perbedaan, yang selalu dikatakannya "itukan emang pilihannya, masing-masing aja"
Usia TK aku belajar di TPA disalah satu masjid di daerah Surakarta belajar doa sehari-hari dan Iqro. Pindah ke Tangerang saat SD melakukan adaptasi baru, mendengar dialek baru. Bingung karena dialeknya berbeda dengan Ayah yang katanya sama-sama suku Betawi (lambat-lambat ku mengerti juga tiap kata yang ku dengar disini). Ditempat yang baru ini aku tidak belajar di TPA yang berlembaga, maklum dulu tempat tinggalku ini terbilang masih kampung sekali akses keluar cukup jauh, jadi aku belajar mengaji disalah seorang ustad yang membuka tempat belajar mengaji. Pengajiannya ba'da magrib baru selesai paling cepat jam 8 malam. yang mengaji banyak, karena berasal dari banyak tempat. waktu itu yang buka tempat belajar sedikit sekali, aku tidak memulai dari iqro lagi tapi belajar dengan Juz Ama'. Sedikit banyak sama dengan Iqro. Beberapa kali berganti guru mengaji, bukan karena keinginanku tapi Bunda bukan orang yang gampang puas melihat perkembangan anaknya. Ntah karena memang guru-guru mengajiku itu orang yang berpikiran terbuka atau pada masa itu memang tidak ada perbedaan, mereka tak pernah menjelek-jelekan agama lain.
***
sampai akhirnya aku bisa berpikir sendiri, mencari jawaban sedikit-sedikit untuk ketidak tahuanku.
Hal menggelitik adalah ketika teman yang biasa bicara "Gue-elu" sekarang berujar "Ana-Antum" yang dulunya hampir tak pernah bilang terimakasih tapi kini mengucap "sukron", yang sebelumnya panggil "mama-papa" sekarang merasa "Umi-Abi" masih kurang islami dan di ganti "Ummu-Abu". Bukan Masalah sih buat ku, hanya lucu saja. menimbulkan banyak pertanyaan
Kenapa harus diganti-ganti?
Apa ada dalil untuk itu?
Apa kalau pakai bahasa indonesia salah?
Apakah bentuk cuci-otak atau tren untuk kalangan khusus?
Mengapa harus terdengar berbeda?
maklum karena lingkungan ku tidak begitu. Almarhum kakek bicara dengan sahabatnya tetap pakai "gue-elo" kelingkungan pake "ane-ente", pake panggila "umi" ini bukan ajang bikin tren tapi memang budaya keluarga sebelum kakek yang katanya masih punya keturunan arab padahal kakek salah satu pengisi mimbar masjid, tokoh yang sering dimintai nasehat karena ilmu agamanya. tapi generasi dibawah kakek alias anak-anaknya ga ada yang pake "umi-abi". Apa kakek bukan umat yang baik juga?
Entahlah
***
Saat ini sudah 23 hari berlalu masuk tahun 2014.
kemarin-kemarin terdengar juga wacana kolom agama dalam KTP dihapuskan. Aku jadi tanya memang kalau tertera masalah besar? ka;au iya mengapa baru menguap sekarang. Menimbulkan diskriminasikah? nyatanya setiap kita mengisi form apapun termasuk interview kerja selalu ditanyakan agama. bukankah kolom itu membantu instansi" membuat kebijakan.
Kalau ada orang yang menganggap mereka tidak percaya pada agama yang diakui saat ini, menurut ku jangan kolomnya yang dihapus, tapi pilihannya ditambah sebut saja "Non-kualifikasi". Tapi menurutku mereka yang tidak beragama pasti enggan juga menggunakannya.
Happy New Year Dear