Rabu, 15 Juni 2016

media oh media



Tadi Pagi nonton Muslim traveller, jalan-jalannya diprancis (read:kalau ga salah). Ceritanya dimulai dengan jalan-jalan nonton festival jalan dikota-kota sekitar diakhir festival dinarasikan kalau yang ditunggu-tunggu itu raja media, karena media adalah penguasa.

Eh lalu berpikir kejadian yang baru-baru saja Booming di negeriku tercinta. Kisah penjual nasi dikota Serang yang dirazia petugas dan makanannya diangkut. Yang menurutku diberitakan dengan berlebihan dan disikapi dengan tidak kalah berlebihan, lalu jadi mengiyakan berbahayanya media jika apa-apa ditelan mentah-mentah. 

Sebelumnya baca status temen-temen yang menyayangkan kejadian tersebut dengan dalih orang mau cari nafkah kok ga boleh, Dengan gaya bahasa mereka yang rupa-rupa. Dan ga sedikit juga yang mendukung  karena dirasa bukan sesuatu yang memberatkan. Aku ga bilang mereka salah, hak mereka kok dengan pikiran mereka sendiri-sendiri dan tanggungjawab sendiri pula. Cuma yang kadang bikin Aku tergelitik tuh ya mereka yang banyak angkat bicara adalah saudara seiman, miris. Kakak Saya pedagang makanan, ketika Ramadan gini usahanya dialihkan menjadi takjil, jadwal jualannya juga disesuaikan, lalu apa dagangannya menjadi tidak laku atau setelah ramadan pelanggan-pelanggannya menghilang? Tidak begitu ketika dia berjualan dibulan lain biasa aja. Ketika percaya Rejeki tidak tertukar kenapa harus khawatir berlebihan. Aturan baik yang tidak memberatkan kenapa dipermasalahkan, toh aturannya hanya setempat dan bukan aturan baru.

Kemarin, sempet bicara sambil lalu sama cinta. Dan kami tak banyak pikir, lihat saja nanti kalau sudah ada perubahan semua akan diam seolah tak terjadi apa-apa. Eng-ing-eng tadi belum lama baca katanya sekitar 3000an perda dihapus atau dibatalkan dengan 5 kriteria dan yang mencolok itu kriteria Intoleransi. Suksesnya sebuah pemberitaan.
  
 Sedang berpikir Aku bisa apa ya??