Minggu sore 31 Januari 2010 Kubaca harian KOMPAS, lembar demi lembar kutelusuri. seperti biasa tak ada yang terlalu menarik, sampai ku temukan lembaran cerpen itu. Aku lupa judulnya kalau tidak salah 'Kedai tuak Martohab' dengan ilustrasi gambar dari kiri ke kanan, pas photo seorang pria dewasa dan seorang wanita dalam frame photo masing2. Ke tak acuhan ku terusik oleh ilustrasi gambar tersebut, 'kenapa Ilustrasinya harus seperti itu? Pria itu pemilik kedai, lalu apa masalahnya? atau wanita itu, kembang kedai tersebut? terlalu sederhana jika kusimpulkan tanpa membaca ceritanya.
huruf ke huruf, kata ke kata, kalimat ke kalimat mata ini lama ke lamaan semakin buas memburu. Dalam beberapa menit huruf huruf itu ku telan habis. Aku mengerti mengapa ilustrasi gambarnya itu sekarang. Sesaat kemudian dalam ke tak acuhan logikaku, hati ini berbisik 'Itu Cinta loh..', Kekejap kemudian semua bagian tubuh ini tersinkron sendirinya mengurai karakter demi karakter, setting dari cerpen itu, alur cerita. Angkat topi untuk peran kedua karakter utama, tentu juga untuk yang menulis.
Ceritanya begini (tentu dalam versiku) :
Dua orang muda-mudi saling berkasih, seperti biasa sang muda hanya orang biasa (dalam level nya masing2). Dan seperti biasa orang tua sigadis menentang hubungan tersebut dan menjodohkan si gadis dengan pemuda anak orang terpandang (masih dalam levelnya masing2), seperti gadis pada umumnya hanya bisa menangis. Saat si gadis mantap untuk tidak menerima perjodohan tersebut dan hendak mempertahankan hubungannya dengan sang pujaan hati. Sang pria malah melarikan diri, tak ingin berspekulasi untuk melawan atau bertahan tapi memilih kalah. waduh ndelalah..pemuda yang dijodohkan orang tua gadis tersebut terlibat masalah hukum dan harus pergi menyembunyikan diri. si gadis bertahun bertahan hidup seorang diri tak mampu dustai diri bahwa hatinya telah dicuri habis oleh pujaan hatinya. bertahun berlalu, di usianya yang menjelang senja pujaan hatinya datang membawa pesan 'Aku senang bisa terus mengenangmu tanpa ada seseorang pun yang berhak melarang ku'. seperti biasa tak ada cerpen yang tak menggantung, cerita ini pun putus disini.
Dua orang manusia bercinta dengan cintanya sendiri-sendiri, dalam deskripsiku tentu. tak ada kata menyalahkan satu dengan lainnya.
Cerpen itu terus menghantui ruang logikaku atas pengertian cinta. Andai kita, rasanya berat menyerah pada cinta seperti yang mereka lakukan.
huruf ke huruf, kata ke kata, kalimat ke kalimat mata ini lama ke lamaan semakin buas memburu. Dalam beberapa menit huruf huruf itu ku telan habis. Aku mengerti mengapa ilustrasi gambarnya itu sekarang. Sesaat kemudian dalam ke tak acuhan logikaku, hati ini berbisik 'Itu Cinta loh..', Kekejap kemudian semua bagian tubuh ini tersinkron sendirinya mengurai karakter demi karakter, setting dari cerpen itu, alur cerita. Angkat topi untuk peran kedua karakter utama, tentu juga untuk yang menulis.
Ceritanya begini (tentu dalam versiku) :
Dua orang muda-mudi saling berkasih, seperti biasa sang muda hanya orang biasa (dalam level nya masing2). Dan seperti biasa orang tua sigadis menentang hubungan tersebut dan menjodohkan si gadis dengan pemuda anak orang terpandang (masih dalam levelnya masing2), seperti gadis pada umumnya hanya bisa menangis. Saat si gadis mantap untuk tidak menerima perjodohan tersebut dan hendak mempertahankan hubungannya dengan sang pujaan hati. Sang pria malah melarikan diri, tak ingin berspekulasi untuk melawan atau bertahan tapi memilih kalah. waduh ndelalah..pemuda yang dijodohkan orang tua gadis tersebut terlibat masalah hukum dan harus pergi menyembunyikan diri. si gadis bertahun bertahan hidup seorang diri tak mampu dustai diri bahwa hatinya telah dicuri habis oleh pujaan hatinya. bertahun berlalu, di usianya yang menjelang senja pujaan hatinya datang membawa pesan 'Aku senang bisa terus mengenangmu tanpa ada seseorang pun yang berhak melarang ku'. seperti biasa tak ada cerpen yang tak menggantung, cerita ini pun putus disini.
Dua orang manusia bercinta dengan cintanya sendiri-sendiri, dalam deskripsiku tentu. tak ada kata menyalahkan satu dengan lainnya.
Cerpen itu terus menghantui ruang logikaku atas pengertian cinta. Andai kita, rasanya berat menyerah pada cinta seperti yang mereka lakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda Pikirkan