Rabu, 24 September 2014

belajar bicara

xixixixi.. hidup tuh aneh ya kawan. menarik kalau kita pikirnya dengan tenang, runyam kalau dipikir sambil ngomong.

Sebelumnya pas puasa jelang pilpres ketemuan sama temen-temen deket pas SMA, cuma berempat :D semua perempuan. dan satu diantara kami memang cukup vokal menyikapi pemilu tahun ini. mungkin terlalu bersemangat atau ingin merasa terlibat dan serunya kompak dengan sang suami yang kupikir serupa itukan pikiran kawanku saat bercuap tentang pemilu. Aku ga pernah tau itu, tapi saat itu kami bertiga sungguh memintanya untuk menggunakan narasi yang tidak ikut-ikutan berbau provokasi.

***

dan Minggu tanggal 21 September ini, aku bertemu dengan 3 orang teman eskul masih teman SMA dua dari kami laki-laki. pertemuan yang tidak pernah ada jadwalnya, bahkan bertukar info masing-masing pun hanya sesekali. tapi teman tetaplah teman, perbincangan kami mengalir dari perubahan pribadi, keluarga kecil masing-masing, pekerjaan, idealisme hub suami istri menyikapi selingkuh, menggunakan jasa seks, keuangan, apa yang masih dikejar, cerita semasa pemilu lalu, perubahan teman-teman, menertawakan proses hidup kami bersama-sama.

Awalnya satu temanku yang merantau di padang sedang berlibur di rumah orang tuanya, WA mengundang untuk bertemu. karena memang sudah waktunya bertemu jadi bertemu juga karena dua tahun lalu kami tak bisa bertemu karena urusan masing-masing. kami semua sudah berkeluarga dan menjalani kehidupan yang saling berbeda, dengan prinsip hidup yang tak ada sama-samanya. tapi kami sama kalau sedang membicarakan hal-hal lain diluar hidup kami dan keputusan kami. kami bukan orang yang suka ribet dengan urusan yang bukan urusan kami. halnya pemilu kami lebih senag tertawa-tawa saat membahas beberapa teman yang memposting berita-berta baik dari capres yang didukungnya dan berita-berita buruk tentang capres rivalnya, karena nyata kalau hal tersebut bisa membuat orang-orang berpendidikan adu argumen yang terkesan debat kusir. kami punya pandangan masing-masing soal pilpres tapi bukan berarti yang lain harus berpikir seperti apa yang kami pandang. kami sama-sama mengikuti masing-masing mereka bukan berarti benar satu diantaranya jauh lebih baik dari yang lain.Perubahan tidak bisa hanya diserahkan pada satu orang dan kami memilih untuk tidak menjadi bagian suara yang hanya bicara :D

membicarakan betapa sibuknya sebagian orang andil dalam pemilu lewat suara-suara tanpa nada di sosmed. Kami hanya cekikikan karena sadar yang bersitegang adalah teman kami sendiri. ayo lah rileks menanggapi apapun yang kamu dengar atau hanya sekedar membaca dari beberapa media. Bukankah kita sama-sama tau narasi-narasi atau petikan-petikan untuk headline terkadang dilebih-lebihkan.

***

bicara soal berkomentar ntah kenapa rasanya kok banyak sekali teman-teman ku yang senang melakukannya. baik dipikir dulu atau asal berasumsi sesuai emosinya saat itu, masih mungkin ga sih cari referensi dulu harusnya apa atau bagaimana. bukannya sekarang ini cari informasi itu gampang ya, kan temen-temen yang aktif di sosmed punya gadget pintar :D

Kamu dengar PR anak SD yang dibicarakan kakaknya di media sosial. Efras atau siapa ya ga hafal, baca sampai akhir postingannya. ga ada yang bagaimana-bagaimana aku sih cuma melihat seorang kakak yang malu dihadapan adiknya usahanya membantu disalahkan. Cuma ku bingung kenapa dia pilih SosMed ya? andai dia datang kesekolah adiknya pun menurutku akan diterima oleh guru adiknya, bisa meminta penjelasannya langsung. andai si kakak benar dia tidak menyudutkan sang guru dan andai si kakak salah ia tak akan terlalu malu :D. yang lebih lucu yang menghakimi masalah tersebut dengan me-like atau mengshare atau berkomentar yang tidak-tidak di postingan tersebut. tapi keanehan tak berhenti sampai disitu sepertinya, teman-teman banyak yang membuat status-status yang tak kalah sinis. aneh dan nyata... pingin bilang sebenernya "Lo ngerti ga sih masalahnya". waktu pertama liat kertas kerja anak SD itu disalahin ku langsung liat maksud gurunya bukan sok pinter tp jadi inget guru SD ku dulu yang ngajarin pertambahan berulang juga tabel perkalian yang sering ditempel-tempel didinding dulu. ternyata masih digunakan. 

Belajar bijaksana tak semudah berbicara.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda Pikirkan