Tadi
Pagi nonton Muslim traveller, jalan-jalannya diprancis (read:kalau ga salah). Ceritanya
dimulai dengan jalan-jalan nonton festival jalan dikota-kota sekitar diakhir
festival dinarasikan kalau yang ditunggu-tunggu itu raja media, karena media
adalah penguasa.
Eh
lalu berpikir kejadian yang baru-baru saja Booming di negeriku tercinta. Kisah
penjual nasi dikota Serang yang dirazia petugas dan makanannya diangkut. Yang menurutku
diberitakan dengan berlebihan dan disikapi dengan tidak kalah berlebihan, lalu
jadi mengiyakan berbahayanya media jika apa-apa ditelan mentah-mentah.
Sebelumnya
baca status temen-temen yang menyayangkan kejadian tersebut dengan dalih orang
mau cari nafkah kok ga boleh, Dengan gaya bahasa mereka yang rupa-rupa. Dan ga
sedikit juga yang mendukung karena
dirasa bukan sesuatu yang memberatkan. Aku ga bilang mereka salah, hak mereka
kok dengan pikiran mereka sendiri-sendiri dan tanggungjawab sendiri pula. Cuma
yang kadang bikin Aku tergelitik tuh ya mereka yang banyak angkat bicara adalah
saudara seiman, miris. Kakak Saya pedagang makanan, ketika Ramadan gini
usahanya dialihkan menjadi takjil, jadwal jualannya juga disesuaikan, lalu apa
dagangannya menjadi tidak laku atau setelah ramadan pelanggan-pelanggannya
menghilang? Tidak begitu ketika dia berjualan dibulan lain biasa aja. Ketika percaya
Rejeki tidak tertukar kenapa harus khawatir berlebihan. Aturan baik yang tidak
memberatkan kenapa dipermasalahkan, toh aturannya hanya setempat dan bukan
aturan baru.
Kemarin,
sempet bicara sambil lalu sama cinta. Dan kami tak banyak pikir, lihat saja
nanti kalau sudah ada perubahan semua akan diam seolah tak terjadi apa-apa. Eng-ing-eng
tadi belum lama baca katanya sekitar 3000an perda dihapus atau dibatalkan
dengan 5 kriteria dan yang mencolok itu kriteria Intoleransi. Suksesnya sebuah
pemberitaan.
Sedang berpikir Aku bisa apa ya??