Kamis, 26 Agustus 2010

Cermin diri

Kalau engkau tak mampu menjadi beringin yang tegak di puncak bukit
jadilah belukar, tetapi belukar yang baik, yang tumbuh di tepi danau
kalau kamu tak sanggup menjadi belukar, jadilah saja rumput,
tetapi rumput yang memperkuat tanggul pinggiran jalan

Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya, jadilah saja jalan kecil
Tetapi jalan setapak yang membawa orang ke mata air

Tidaklah semua menjadi kapten, tentu harus ada awak kapalnya..
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi rendahnya nilai dirimu
jadilah saja dirimu..
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri

-Kerendahan Hati; Taufik Ismail-

Marhaban Ya Ramadhan...

Di ramadhan-Mu kudengar bait-bait puisi ini, Selalu mampu membuatku berkaca-kaca. Betapa adil diri-Mu, betapa indah ciptaan-Mu, saat adil tak harus sama rupa.

Aku bercermin untuk diriku sendiri, memandangi batas-batas yang sudah ku lalui, menilik apa yang ku rencanakan.

Sesekali menengok kesisi yang lain bukan untuk membandingkan, melambungkan atau mengkerdilkan yang lain. Tapi memang aku butuh itu

Butuh untuk ku memotivasi diri berlari sekencang yang aku bisa
Butuh untuk ku melegakan diri menarik tali kekang agar ku bersyukur

belum seberapa banyak asam-garam yang aku kecap, tapi yang nampak banyak orang yang tak mengerti akan kapasitas dirinya.

seseorang yang memaksakan dirinya untuk mendapat atau memposisikan diri diatas mungkin lebih baik dimataku ketimbang seseorang yang berleha menganggap diri tak patut untuk sesuatu yang lebih. Tapi Aku sama dengan seseorang-seseorang itu yang Robb, hanya milik-Mu. Bantu aku untuk terus mengejar ridho-Mu ya Robb, agar tamak bukan sifatku.

Selasa, 24 Agustus 2010

Diary

Sabtu 21 Agustus 2010,
Catatan kecil seorang kawan.


Rambut berantakan, kaos oblong belel, jelana jeans dan sendal jepit kumbang. Seorang cewek melenggang santai memasuki kedai pizza, yang kalau di lihat dengan kacamata normal yang umum dipakai seusianya dandanannya aneh. tapi nyatanya dia tidak perduli, minta disediakan meja untuknya lalu duduk manis diruang tunggu. Ternyata teras sudah diboikot remaja-remaja yang mungkin sedang mengadakan ritual tahunan Buka puasa bersama.

Tak seberapa lama dia pun di persilahkan masuk. Pikirnya "It's time to eat", Beef Brucetta, Beef spagetti dan Ice Lime. yang ku pikir mungkinkah dia habiskan semua itu, tepat dia tak mampu menghabiskan semuanya. rupanya yang dia beli lebih dari sekedar makanan. Hujan mulai turun, berlama didalam dirasa tak mungkin tak minat lagi menjejalkan makanan-makanan itu ke mulutnya, gelas di tangan pun kosong, pesan minum lagi tak mungkin dapat dia minum. akhirnya dia pilih keluar sebelum diusir oleh pramusaji.

Di teras di pandanginya hujan, matanya berkejaran dengan lampu-lampu dari kendaraan yang lalu lalang menumbus hujan. Sesekali kulihat ia seolah termenung dan terkadang tersenyum sediri, ntah bicara dengan siapa atau sedang memikirkan apa?

Lalu matanya melihat cinta, saat rombongan remaja diteras tadi keluar, mereka bercengkrama saling peluk begitu mencintai hidup. Disisinya sepasang muda mudi juga berteduh, ntah ada apa yang membuat si mudi menghentak nyaris berteriak marah dan lari menembus hujan, sang muda sigap menghampiri motor besarnya untuk mengejar, pemandangan yang ironis beberapa detik tertawa-tawa lalu hanya dengan perbedaan sedikit buyar semua tawa. Pikirnya ini juga cinta, semu, egois.

diparkiran seorang anak yang tak mau di tinggal ibunya hanya untuk mengambil jas hujan terlihat tergesa-gesa. Pikirnya dasar anak-anak. Dengan sigap si ibu bergegas menutupi anaknya dengan Rain-coat dan helm sementara membiarkan dirinya basah disiram hujan karena belum sempat memakai rain-coat. Matanya berkaca yang aku tak tau mengapa, katanya itu cinta. Apakah semua Ibu mampu lakukan itu?

"Aku ingin menjadi cinta, complicated" katanya

Terus mampu berbagi kawan, Aku disini mapu untuk menulis kisahmu.

Sabtu, 14 Agustus 2010

Cinta, Sayang, Kekaguman, Fans atau apa sebenarnya?

Belum genap satu bulan lamanya, ketika ku dapati seseorang duduk di teras rumah dengan Bunda. Aku tersenyum mendapati sosoknya ternyata masih seperti 10 tahun yang lalu, “ Hello, lama gak kemari nih? Ada kabar apa? “ Sapaku bukan basa-basi, karena ku tau pasti siapa yang kudapati, “ hehehehe.. Lagi sibuk ambil lembur mulu, baru sempet sekarang deh” selorohnya. “Ok! sebentar ya” sergahku sebelum Ia mulai bicara lebih jauh. Kutinggalkan Ia dengan Bunda yang masih duduk diteras untuk mengganti pakaian yang kurasa lengket dibadan. Dengan segelas air ku jumpai lagi mereka diteras, kali ini sudah dengan tampilan yang relaks kaos oblong celana hawai, wajah bersih. “ Bunda, Nyonyo kemana?” tanyaku ketika belum lagi ku duduk “Beli buku tadi pamitnya” jawab Bunda diplomatis sebelum kutanyakan lebih banyak lagi.  “Oh! (sekejap ku alihkan pandang lagi padanya) ayo cerita kemana aja nih lama gak kemari? Keluarga sehat? Masih ditempat kerja yang itu? Ada lowongan gak?.....” brondongan pertanyaan dari ku, dan dia mulai menjawanya dengan tersenyum  “ gak kemana-mana, bergaul aja dah jaran, beneran lagi ambil lembur banyak, selain ada perlu, mendiglah dari pada diem dirumah gak dapet apa-apa. Sekarang sih dah selesai Cuma ambil lembur kalo gak tau mo ngapain liburan…” jawabnya panjang lebar yang ke dengar sambil menyeruput the digelasku sambil sesekali menjejali mulutku dengan crackers yang sedari tadi berdiam diatas meja tak ada yang menyentuh. Bicara mengalr dari satu topik ke tapik yang lain yang sesekali ditimpali Bunda atau ku beri celetukan-celetukan diselingin tawa atau sekedar seringai.

Disela perbincangan Bunda bertanya sudah makan semua atau belum. “Emang Bunda Masak?” karena kalau aku keluar rumah dari siang Bunda jarang masak. “pasti enggak kan? Tenang aja kita makan diluar, mumpung ada yang traktir nih” sebelum sempat Bunda bicara. “  tadi siang sih udah, tapi hayu kalau di ajak makan, emang mau makan dimana Bu?”jawabnya tanpa banyak pikir. “sea food depan sport clup graha” sahutku cepat. “Iya, tapi gak usah deh kalau mau makan ikan doang. Ntar abis magrib tak gorengin ikan. Kita makan dirumah aja” tanggapan bunda. “ya udah” paduan sura kompak. Sayup dikejauhan seruan-Nya berkumandang, waktu solat magrib. Ia pamit untuk ke masjid sebentar, Bunda pun Sholat dirumah. Ku putuskan untuk segera mandi, menunggu hingga Ia pamit pulang akan memakan waktu lama.

Saat semua duduk kembali di teras Bunda sudah mulai menggoreng ikan sesuai dengan ucapnya. Saat menunggu ku coba bertanya sesuatu yang membuatku penasaran (kebutuhan yang Ia bilang, sedang yang ku tau kakaknya sudah mandiri, dia sudah bisa dibilang cukup, orang tuanya masih bekerja buat apa pikirku) “Kayaknya motor baru ya? Ditukar nih?”, dia menjawab tanpa riskan “yang itu ada kok buat dirumah kan dah lunas biar gampang kalau mau kemana-mana, yang ini cash buat ku pakai sendiri”. Kami makan malam diteras yang  tak seberapa luas ini. Tak seberapa lama Nyonyo pulang dengan risau dimata, mendapati sosok didepanku ini. Sosok sederhana yang bertahun-tahun menjadi penggemar setia Nyonyo, mata itu saat memandang Nyonyo tak berubah masih seperti bertahun yang lalu, sosok yang tak mendapat tempat special dihati Nyonyo sejak bertahun yang lalu, sosok hitam manis yang setiap kali bertemu dengannya aku bisa berkata dia semakin dewasa, sosok ini adik kelas di bangku SMP teman main Nyonyo bernama air (lih. Bhs. Jawa).

Aku tak mengerti mengapa Nyonyo bisa menganggapnya tak ada apalagi memberinya kesempatan. Melihat semua yang pribadinya miliki, perhatian yang diberinya, konsep hidupnya.

Tapi aku jauh lebih tak mengerti mengapa sampai detik ini masih memiliki soot mata itu. Melihat Nyonyo sering Ia dapati dengan teman spesialnya bahkan Ia pun sempat dikenalkan atau mengenal teman-teman special Nyonyo, Pribadi Nyonyo yang keras, sikap tak acuhnya yang menyebalkan.

Aku sungguh tak mengerti, saat dimana sebagian orang hanya mampu bertahan dengan rasa saat masih bergelantung pada sebuah status atau saat mata masih dapat beradu pandang. Sedang yang ini status tak ada, harapan tak tergambar tapi mata itu belum berubah. Berpikir apa rencana Tuhan untuk mereka, jika mereka bersama sungguh akan ada cerita luar biasa untuk dibagi, kalau pun tidak Aku berterimakasih menjadi saksi atas penggalan hidup kalian masing-masing.


Saat bukan logika yang bicara, tapi hati yang berkenan berbagi ruang dengan logika. Subhanallah…

Jumat, 13 Agustus 2010