Jumat, 29 Oktober 2010

Celebration


pesta demokrasi
***

Kemarin perayaan satu tahun pemerintahan dinegara ku, Pesta demokrasi katanya (katanya-katanya, katanya siapa?). National celebration, dari Ibu kota Negara sampai kota-kota lain yang tersebar dari barat sampai timur. Layaknya pesta setiap tempat begitu semarak dekorasi tempat, pengeras suara, costum tak lupa penganan, yang punya otoritas tak kehilangan partisipasi dengan memberikan pelayanan keamanan. Repot, sudah pasti setiap kepala berpikir, turut, menghindar, menonton, takut, berkomentar, menyumpah, tak peduli, mungkin masih banyak alasan yang lainnya. Pesta yang yang berwujud demo, penuh warna (jelas saja berapa banyak perguruan tinggi dan Ormas yang berpastisipasi).

Saya tidak berusaha Pro pada pihak manapun atau kontra pada pihak mana pun, Saya sedang berusaha merekam perubahan yang tertangkap mata, menyimpan sebagai cermin pribadi.

Satu tahun kerja yang saya tidak tahu seberapa keras (seharusnya memang sangat keras karena adalah pemegang kunci perubahan yang kasat mata) diberi nilai gagal, mungkin tak semua sepaham akan itu tapi gaungnya tetap saja gagal. Saya tergelitik untuk bertransformer menjadi sosok yang dinilai “E” itu dari yang positif hingga yang negative

“Saya senang, Anda-anda mengingat hari ini tepat satu tahun saya bekinerja untuk Negara kita tercinta ini dan itu juga berarti anda-anda terus memantau kegiatan apa saja yang telah saya lakukan dan selesaikan, kesadaran secara utuh saya rasakan bahwa apa yang telah saya berikan untuk Negara ini mungkin masih jauh dari nilai cukup. Tapi anda-anda harus percaya bahwa saya benar-benar bekerja dan terbuka mendengar apa yang anda-anda keluhkan dan bukan saya tidak menindaklanjuti apa yang menjadi rumor diluaran tetapi kami memang butuh waktu untuk menyelesaikannya dan tidak mudah mengungkapkan apa yang terjadi pada Negara di khalayak umum, mohon anda-anda dapat mengerti hal ini. Saya tidak akan berlindung dibalik sifat dasar manusia yang terkadang lalai, oleh karena itu hadirnya anda-anda untuk mengingatkan saya selalu menjadi hal yang istimewa terutama untuk saya karena semakin banyak masyarakat yang peduli pada arah mana yang akan kita ambil untuk perubahan baik di negeri ini. Salam demokrasi”

Hmmm… atau saya akan berpikir

“Melihat antusias pendemo Saya jadi punya ide untuk memfasilitasi mereka, sediakan tenda-tenda dimana mereka akan mengelar demo lalu berikan setiap tenda fasilitas yang berbeda. Bukankah kita akan bisa melihat nilai demokrasi yang mereka junjung-junjung itu, mampukah solidaritas mereka bekerja dibawah tekanan fasilitas, yang berfasilitas nyaman maukah untuk berbagi dengan yang lainnya? Atau yang minim fasilitas mampukah mereka ikhlas menerima dan membiarkan yang lain menikmati kenyamanannya sendiri? Masih konsentrasikah mereka meneriakkan kata kegagalan ke mata dunia. Dan Saya akan menjadi tuan rumah yang ramah”

Atau

“Saya akan terbang ke Negara A bukan? Pada saat mereka bersama-sama demo. Pantau apa saja yang mereka katakan. Siapkan pidato kenegaraan jika diperlukan, Saya ini pusing memikirkan ini dan itu sedang mereka hanya pusing memerhatikan gerak-gerik saya. Masih muda tau apa mereka”

Membacanya sendiri Aku kok tergelak, mana mungkin ada yang berpikir sekonyol apa yang sedang Ku pikirkan.

Memasuki ruang pikir yang ada dibawah sebagai pendemo yang ku bandingkan dengan cerita seorang teman lama yang mungkin tak jauh berbeda kondisi. Penampuk jabatan di BEM selalu yang pertama kali sibuk mengkonfirmasi BEM universitas lain membuat sekutu, membuat surat ijin ke pihak direktorat kampus, ijin ke kepolisian, mengkoordinir peserta, mengkordinir attribute *spanduk, yel-yel, busana, menyusun acara, menyiapkan naskah untuk berorasi (tak mungkin dikerjakam sendiri, itu yang pasti).

Banyak kepala yang terlibat seolah sepakat satu suara. Masa sih….?

Bukan meragukan kredibilitas pendemo, mungkin banyak yang mengerti apa yang mereka katakan dan teriakan tapi gak mau tutup mata yang gak tau apa apa dan atas nama solidaritas turun kejalan. Dua benda serupa tidak lah sama.

***

Semua kepala dibuat khawatir secara pribadi takut demo berakhir anarkis dan memang iya dan selalu menyisakan persoalan baru.

Kita jalan-jalan sedikit kedalam kepala ku yuk, yang berorientasi pada ku

Aku benci demonstrasi, bukan sia-sia hanya tidak efisien dimata ku. Bukannya gak sedikit yang sekarang ada di atas dulu juga aktif berteriak-teriak. Kalau saja paparazzi berlaku adil gak sedikit kok yang duduk-duduk dipinggir trotoar mengepul rokok, hanya memeriahkan demo dan paling gampang tersulut emosi. Belum lagi pendompleng-pendompleng bayaran yang memang bertugas menyulut masalah, ironis.

Berteriak-teriak, mengoreksi banyak hal, mengungkapkan apa yang ada dikepala mereka disebut idealis, yang saya rasa harusnya bisa juga memberi masukan penyelesaiannya. Berorientasi hasil pasti banyak kepala setuju dengan apa yang mereka teriakan bahkan mungkin yang sedang di teriaki pun inginnya seperti itu. Yang diteriaki bukankah bisa lebih bijak, melunak berbagi pencapaian pada public. Bukankah banyak media yang bisa dipilih.

Bakar ban ditengah jalan, bakar foto, apa tujuannya? Gak ngerti. Apa dengan membakar ban dimaksud untuk menyulut semangat berorasi. Kalau iya miris, klo memang api bisa membakar semangat jangan bakar ban yang disiram air seember padam, bakar saja gedung bukankah lebih besar api yang akan tercipta, tapi jangan demo lagi kalau nanti ada anggaran perbaikan sarana-dan prasarana yang fantastis (pasti ingin update mode property dong ). Bakar foto apa fungsinya, emang kalau bakar fotonya orangnya juga bisa kesakitan karena panas? Kalau bisa aku setuju banget tuh, biar bisa jadi warning biar klo ambil keputusan yang mengarah kepentingan rakyat. Tapi toh nyatanya enggak gitu, orangnya baik-baik saja. Atas nama kehormatan, maka separator-sparatornya marah tak terima. Dimaklumi, kalau dinegara sendiri saja tidak dihargai apa lagi di Negara orang.

Saat demo, mana pemikir-pemikir yang mendukung go green, mana yang mempraktekan safe our earth, gak ada semua teori mereka setuju pembakaran ban yang berarti menaikan suhu. mereka setuju membakar foto yang menyisakan sampah. menggunakan badan jalan, ciptakan kemacetan meningkatkan emisi gas buang. Menuntut penyelesain msalah dengan membuka masalah baru.

Demo tanpa kekerasan, pasti kurang seru, kurang cerita untuk dibagi, kurang bahan untuk dikaji. Dorong-mendorong aparat keamanan dan pendemo bukan hal baru, mengoyak pagar instansi pemerintah mulai menjadi tindakan wajar. Gak sadar mereka kalau hal itu merugikan rakyat juga, bukankah dinding dan pagar itu dibangun dari uang rakyat? Sedang mereka belum lagi berpenghasilan hingga dapat dikenakan pajak penghasilan. Geregetan kalau uang yang ku sumbangkan untuk Negara hanya untuk dirusak, tapi lebih kesal kalau uang yang kusumbang masuk kedalam perut-perut tamak. Kekerasan akan mendapat protes dari lembaga hak asasi manusia yang terkadang tidak mau peduli siapa yang menyulut yang dilihat selalu korbannya (memang kadang-kadang yang menjadi korban itu yang tak bersalah), Paparazi menyorot kekerasan dengan ekstrem pemberitaan-pemberitaannya memenuhi layer kaca, ibu-ibu protes pada lembaga pertelevisian atas penayangan itu (takut berdampak pada stabilitas mental anak-anak) dan pemberita berkelit sudah seharusnya kita tahu dan melihat, ini adalah kebebasan pers (yang aku tak ngerti, biarlah bukan kapasitas ku).

Gimana kalau pendemo diberi ruang bicara, buat bilik suara (model “the box”-nya ochanel), jadi kita bisa liat seberapa banyak orang yang bener-bener mau protes dan ngerti apa yang diprotes (profil merekakan ke safe tuh). Gila, gak yakin bakal sesemarak belakangan ini. Atau setiap pendemo terdaftar dan memiliki ID untuk berdemo begitu juga yang bertugas mengamankan, pasang CCTV dan kenakan sangsi pada yang benar-benar salah. Lebih gila nih otak sepertinya.

Kenapa tidak belajar mengoptimalkan kapasitas diri, berjalan mantap sesuai dengan keyakinan yang diyakini. Mengontrol diri (*kata uya-kuya “katakan yang ingin anda katakan jangan katakan jika dirasa tidak perlu dikatakan”)

Aku rasa sudah terlalu banyak bicara, ngantuk, ingin terpejam bermimpi hari esok lebih baik.

Malam, 21 Oktober 2010



Kamis, 28 Oktober 2010

Setengah Jalan

Senin, 25 Oktober 2010

senyum


belajar senyum luar dalam

Jumat, 22 Oktober 2010

sketsa-2

dari pada ngeliatin demo... mending gambar

Kamis, 21 Oktober 2010

omong kosong soal cinta

Hari kamis sebelum jam makan siang, aku sudah asik berada di dunia maya. Seperti biasa sebelum membaca artikel-artikel yang berkeliaran bebas ku buka FB. Ada tiga pesan, aku hanya ingi menceritakan satu pesan dari Hengky teman kampus ku, karena yang lain pesan biasa dari link yang aku ikuti. Di pesannya hengky mengundang untuk datang ke resepsinya tanggal 9 Oktober 2010 di gedung surya Kencana Jatake jam 10.00-12.00 WIB. Yang tak ku hadiri

Menerima kabar itu jadi ingat Rani, teman dekat hengky yang sempat ku kenal. Gimana perasaannya ya? Kabar terakhir dia yang ku tau dia masih kecewa dan berat untuk menerima semua hal yang pernah dilalui bersama hengky menjadi biasa-biasa saja, dan sekarang sedang melakukan pendekatan dengan seorang temannya. Ku coba menghubungi lewat hp nya, gak bisa. Karena ku pikir aku hutang janji untuk mengabari hal yang terjadi pada Hengky untuknya, karena Ia meminta jauh sebelum hari ini. Dengan berat ku pikir ya sudah lah mungkin Hengky sudah menghubunginya langsung.

***

Siang tadi sempat ngobrol dengan Rani Via YM. Hal-hal sederhana kabar, lama gak liat akun Ym-nya, sibuk apa, cerita perkembangan hubungannya. Sampai ku bilang “Lo dah tau kan klo hengky married?! Lo dateng?” dia jawabnya “Iya, gw tw dr widi. Gw gak dateng gak diundang, widi juga. Emang lo dateng?”. Aku bilang “gak bisa dateng kerja, ohh… g kira hengky sendiri yang kasih kabar ke lo?! Ya udah lah..lo gak apa kan” dia jawab yang menurutku sedikit emosi “ya udah sih gak penting juga, g juga lagi berusaha ngelupain dia. Masih sakit hati” tumben perasaanku jadi gak enak dengernya, biasanya pasti bakal dua-tiga kali ngeluarin statement yang lebih menyebalkan “Bukan penting gak penting sih yang ada dikepala g, g kira lo mau denger klo gak g minta maaf. G Cuma inget lo minta g kbrin klo ada yg g tw tentang hengky. Klo sekarang lo mau tutup semua akses tentang dia, ok andai ada kbr g gak kasih tw lo.. g beneran minta maaf klo nyinggung lo, g kira lo dah ikhlas” emosinya dia down juga “ sorry ji, g agak emosi.. g emang belom bisa ngelupain sakit hati g ke dia. Tapi nanti g juga ingin dia bahagia… sekarang g lg ada masalah yg lebih urgent di keluarga g” gak ingin ikutcampur “g harap ada yang bisa ngedenger cerita-cerita lo kasih masukan buat lo, g harap masalah lo kelar”…

Setelah putar ulang apa yang ku baca tadi siang, jadi ingat kawan ku, Koko. Saat kali pertama ku berbincang dengannya tentang Rani, Henky dan teman dekat hengky yang sekarang menjai pendampingnya (tya). “Ay, hengky tuh pasti punya alasan kenapa gak pilih rani dan pilih tya. Kalau aku jadi hengky ku juga mungkin pilih tya” sambungnya “lebih asik tya ah keliatannya”. Ku goda dia “apa yang kamu liat?” dia bilang “hahahaha… mancing dia, mantab, ay” aku diam, bukan marah, gak senang atau penasaran. Tiba-tiba “Ay, marah ya? Wajar kali cowo” tersadar kalau dari tadi aku diam “Hmm, gak.. gak napa-napa..gak tau” dia langsung sambung “huaa…. Jangan diam, aku gak tau yang kamu pikirin” …

Aku mungkin memang aneh. Aku berusaha memposisikan diri sebagai Rani lalu hengky sebentar Tya dan diam dalam bayang-bayang koko. Orang-orang yang mungkin terlalu berani bermain hati, hingga harus menghancurkan bongkahan-bongkahan rasa yang telah tumbuh, hingga memaksa waktu mengobati rasa hatinya atau aku yang terlalu penakut bermain hati hingga tak ingin menghancurkan apa yang sudah kurasakan, hingga egois ingin berkawan waktu yang lalu dan yang kini.

Aku tak mengerti mengapa cinta bisa terlihat begitu membingungkan? Kenapa cinta bisa berpaling? Mengapa tabu mengatakan aku cinta dia dan dia? Mengapa cinta ada batasan kebersamaan? Mengapa cinta begitu terikat dan saat terputus hilang, menguap tanpa sisa untuk di kenang? Mengapa cinta dimulai dengan kata manis bukan sewajarnya hingga bisa berubah menjadi makian atau hinaan? Mengapa cinta bisa hilang?

Mungkin aku yang bermasalah, bukan yang lain. Aku terbiasa mencintai sosok tanpa bisa ku miliki utuh, Aku terbiasa memandang positif banyak hal, Aku terbiasa untuk tidak peduli yang bukan urusanku, Aku terbiasa hidup dengan caraku.

Aku mungkin akan bermasalah saat ku katakana aku mencintai banyak orang termasuk kamu, diluar keinginan untuk bersama, diluar logika, diluar ekspektasiku.

Karena Rani, Aku menyadari bukan yang disana yang bermasalah, tapi aku yang terlalu berbeda. Orang yang asik hidup di idealismenya sendiri

Selasa, 19 Oktober 2010

stststt

Aku berhenti

berhenti berusaha menghapus semuanya
berhenti menganggap kamu tak pernah ada

Aku tak merasa menulis di bibir pantai
Aku juga tak berusaha memahat diatas batu

Aku hanya akan menulis diatas kertas sebuah buku

ikut kemana angin berhembus

Sketsa

Tangan


Sabtu, 16 Oktober 2010

Kamis, 14 Oktober 2010

Ambisi====>Ambisius

Curi dengar pembicaraan dua orang yang mapan secara usia lepas makan siang. Keduanya rekan kantorku, dua orang dengan gender berbeda dengan sejarah hidup berbeda. Si wanita ,ibu dari satu orang putra yang berusai kurang lebih delapan bulan, yang memiliki sejarah hidup yang menurutnya penuh dengan kepahitan, emosional, meledak-ledak, rapuh, selebihnya relative. Si pria adalah sosok tambun yang sedang menanti jabang bayi di kandungan sang istri, dari sikap dan yang nampak saat ini, wajar jika banyak mata memandang sejarah hidupnya menyenangkan dan tercukupi, plin-plan, sesuka hatinya, comel, lagi-lagi selebihnya relative.

Berbincang dari A sampai Z, dari hal-hal sepele hingga berbobot, dari santai sampai perang urat. Ya begitulah, sewajarnya perbincangan pada umumnya. Aku hanya diam tidak terlibat percakapan bahkan bukan seorang pendengar, yang ku lakukan hanya mencuri dengar. Mendengar percakapan mereka membuat saraf-saraf kepalaku bekerja, berbagai ekspresi keluar yang tak dilihat siapapun bahkan mungkin tak terlihat.

Yang membuatku teringat percakapan mereka hanya satu kata, ya hanya satu kata. Kata yang mungkin memiliki power luar biasa, yang lebih sering dihindari oleh orang –orang yang low-power agar tak terlihat egois. Kata yang membuat pikirku tertarik kekanan dan ke kiri, keatas-kebawah. AMBISI..

Aku ingin membawamu dalam ruang pikir ku, tapi Aku ingin kamu ikut mendengar percakapan ini

***

….

Si wanita : Ka nak dari dulu ka kan seneng, cobe ka inget masih waktu sakoleh dulu nian ka naik Honda ku masih naik oto beleberbeleber nue angin

(kamu enak dari dulu senang, coba kamu ingat waktu sekolah dulu kamu sudah mengendarai sepeda motor *biasa orang dalam sebut brand, Aku masih naik angkutan berangin-angin)

Si pria : ka nih pacak bai, yang ku pake Honda lame lah…. Itu punya apa, la gitu ade pula… same lah kite. Sakarang ka udeh begawe pacak beli due..hahhhaahaha

(kamu ini bisa saja, yang ku pakai sepeda motor lama… itu punya papa, sudah begitu ada juga… samalah kita. Sekarang kamu sadah kerja bis membeli sendiri…hahahahaha)

Si wanita : gimane bise same, ka dari dulu sampe sekarang seneng terus.. ku begawe buat makan lah..ka begawe buat ape lah ..buat seneng-seneng

(Bagaimana bisa sama, kamu dari dulu sampai sekarang senang terus.. au kerja buat makan.kamu kerja buat apa juga…buat senang-senang...)

Si pria : same lah..ku begawe juga buat makan.. klo lebih ya bonus..persiapan lah Ci..buat anak kelak

Si wanita : ka je mikir gitu.. ape lagi ku…tapi ku pacak bingung, ade je orang ambisius dah kayak nek lebih-lebih gi….

(kamu saja berpikir begitu, apalagi aku..tapi aku bingung, ada saja orang ambisius sudah kaya masih ingin lebih-lebih lagi..)

Si Pria : hahahaha…. Wajar aja, kan orang hidup itu banyak inginnya. Kayak bos ini sekarang di getol cari duit mungkin dia lagi nyiapin buat anaknya kalo kuliah ke luar negeri

Aku suka *orang hidup banyak inginnya

Si wanita : iya… ku ngertilah tapi kan banyak yang sikut kiri-kanan biar sukses

Si pria : ka nih…itu sih bukan itu bukan sekedar ambisi tapi serakah

*serakah

***

Sesuatu yang baru menyelinap dalam ruang pikir ku, ternyata kemapanan usia tidak dapat memastikan kematangan pola pikir seseorang. Pengalaman mungkin itu kunci, tapi pengalaman seperti apa? Bukankah tubuh-tubuh lebih banyak terkungkung oleh tempat dan waktu, lalu kemanakah jiwa, ruh yang haus akan keingintahuan. Seperti si pria yang cukup mampuni dalam teori tapi tak cukup bijak dalam bertindak, si wanita tak cukup tau apa yang ia katakan tapi dapat mengatur diri dalam bertindak bukan karena hati-hati tapi takut, iya takut akan pergunjingan sosial, dan lain sebagainya.

Malamnya aku berpikir kata itu tak ada statement yang keluar, hanya berkutat pada obrolan mereka siang tadi. Ku sisihkan apa yang ku pikir dan ku ajak bicara bayangan seorang kawan dalam benakku “Setiap kepala pasti punya ambisi bukan?” dan aku yakin jawabnya “iyalah, hidup kali” setelah itu semua menduga-duga. Sebenarnya ingin mendengar apa katanya tentang ini, tapi masih inginkah Ia bertukar pikir dengan ku, Aku ragu. Melayani pembicaran yang tak penting dengan ku barangkali bukan hal yang diinginkannya. Harusnya aku bisa bicara dengan banyak orang diluar kepalaku, tapi aku enggan membicarakan hal-hal seperti ini dengan orang diluar kepalaku atau bukan dengannya. Bukan berarti yang lain tak bisa berpendapat, tetapi tak sedikit dari mereka lebih berpikir kearah mana aku akan membawa pembicaraan, semua jadi terkesan hati-hati. seringkali yang kudengar bukan jawaban dari kepalanya tapi pandangan secara umum masyarakat, sedang kawanku begitu berbeda, mungkin pernah juga atau mungkin sering juga dia berpikir untuk apa pertanyaan-pertanyaan yang tak terduga tak ada awal atau akhir terlontar dari mulutku tapi caranya menyikapi beda yang dia katakana yang dia tau yang dia rasa, atau mungkin benar karena dia belum kenal aku. Sampai saat ini dia kawan yang dapat memberi tahuku hitam atau putih secara gamblang dan membuat pikirku terlucut semakin jauh. Yang kalau katanya “jadi kemana-mana”

Aku kasih tau salah satu bedanya bicara dengan kawan ku itu dengan yang lain diluar kepalaku.

Minggu sore kupacu kuda merah tak bergigi ke arah masjid bani umar, dikepala masih beterbangan kata ambisi. Ku putuskan untuk bicara ke Nyonyo ini penggalanya:

“Nyo? Kamu tau maksud kata ambisi?”

Jawabnya “ada apa, kok tanya gitu?”

“gak apa, ingin dengar dari nyonyo aja? Bisa jawab dong?”

Jawabnya “hmm… sesuatu yang kita inginkan”

“Apa ambisi nyonyo ? gak usah untuk hidup nyonyo, cukup diwaktu-waktu dekat aja”

Jawabnya “gak tau..gak ada kali..bingung”

“Nyonyo bilang sesuatu yang kita inginkan, semua yang hidup pasti punya keinginankan? Termasuk nyonyo. Kalau ku tanya apa inginnya nyonyo, pasti bisa jawabkan”

Jawabnya “iya, habis bingung kalau ditanya ambisi”

“hahahahaha… nyonyo bukan bingung tapi takut, takut karena kata itu arogan. Nyonyo punya ambisi tapi nyonyo gak mau dibilang ambisius.. ya sudah yang penting nyonyo tau apa yang nyonyo mau” *hanyut dalam keheningan diruang pikir masing-masing sebelum memulai topic ringan yang baru

Aku gak bisa liat ekspresi wajah nyonyo waktu kalimat terakhirku terucap, tapi dari spion kuliat garis lurus di bibirnya seolah menelan pil pahit yang ku asumsikan setuju dan tak tersinggung oleh ucapku.

Bisakah kau tau bedanya saat ini?

Aku masih bergrilya menyusuri statement-statement yang meluncur dari mulutku sampai jauh malam. Menarik mundur ingatan saat duduk di bangku sekolah menengah pertama, saat diri di cap ambisius sedang kata itu masih asing ditelinga bahkan tak berpikir akan itu. Saat aku mencoba memposiskan diatas dibaning yang lain dan tetap bertahan disana sampai lepas masa didikku. Aku diakrabi cap egois dan ambisius yang dulu tak ku ambil pusing karena bukan hal penting saat itu, tapi sekarang malam ini aku bisa tergelak, menyeringai mungkin pipi ini memerah karena wajahku terasa panas. Aku hanya berpikir Iyakah gadis sekecil itu? Aku pun terkesima, gadis sekecil itu bisa tidak peduli ya bermain, memberi, menerima tak ada yang membebani atau mungkin karena tak mengerti. Tapi bukan tak mengerti kurasa, tak menghakimi diri apalagi orang lain membuat diri lebih bisa menerima apapun secara netral dan penuh syukur. Mungkin saat itu ia tau kenyataan yang harus dikejar dan yang tidak nyata dapat dibuat nyata, prestasi, kepercayaan, pergaulan dan kenyamanan.

Mungkin saat ini label itu tak hilang atau semakin parah. Karena sikap ku, tutur ku, atau mungkin memang sudah menjadi pribadiku, ntah lah. Ku hanya akan berusaha tetap dijalan-Nya. Bukankah hanya makhluk lemah yang tak punya ambisi. Bukan salah ku jika apa yang kuinginkan kudapatkan dan kamu bukan apa-apa.




Catatan malam seorang kawan ,
Minggu, 10 Oktober 2010

Senin, 11 Oktober 2010

Kamis, 07 Oktober 2010

Catatan

Dear Blog,

Sampaikan Catatan ini untuknya,

Pagi ini Graha cerah, Aku berusaha untuk tersenyum. Yang ku harap kamu disana bisa menikmati cerahnya pagi ini juga, karena kita gak akan tau bertahan sampai sore harikah cuaca cerah seperti ini. Bunda lebih berisik suruh sarapan nasi dari pada sebelumnya, jadi hampir tiap pagi gak maem kue atau roti, salah ku juga sih punya tubuh gampang ngedrop atau baterainya minta diganti kali ya? Hahahahaha. Tapi sering mangkir juga sih dari sarapan nasi, pura-pura sibuk aja tiap pagi sambil ngemil ini-itu. Kamu gimana? Masih suka sarapan di kantin? Makan yang pedes-pedes terus perutnya sakit? Minum kopinya makin-makinkah? Rokoknya gimana, progressnya makin baikkah, berat badannya turun berapa kilo atau malah berhenti dan mulai ngegemukin badan? J ngebayangin kamu kamu gemuk lucu, tapi kurasa lebih nyaman dilihat :D

Siangku masih seperti sebelum-sebelumnya, dikantor Ngentri disambil main game OL, lihat status temen-temen Nengok ke dinding FB mu kalalu kalau ada yang terlewat J. Yang lebih penting searching Job Vacancy :D. sering di panggil buat interview tapi udah segitu aja, kebanyakan riskan karena aku masih kerja. Oh iya referensi yang kamu kirim sudah ku apply dan selasa lalu di interview tapi prospeknya gelap J belum jodoh mungkin. Libur jarang dirumah ada aja tempat yang inin ku datangi yang entah untuk apa. Minggu lalu aku ada di masjid kubah mas Dian Al Mahri Depok, Bangunan yang Fantastic, Megah, Teduh, Nyaman, artistic, Subhanallah untuk-Nya. Minggu depan belum tahu mau kemana mungkin ke luar batang, Masjid cut meutia-menteng atau ke pintu seribu J. Sok sibuk ya? .. Barusan baca pesan dari Hengky kalau hari sabtu dia resepsi jam 10.00-12.00, ckckckck..paginya, 98% gak bisa datang pertama karena kerja dan kedua karena sebelumnya nolak ajakan Bunda buat datang ke acara keluarga Yang disana masih suka tidur disiang hari, sembunyi dari matahari? Masih suka makan cumi-cumi? Masih suka minum es teh manis? Atau kebiasaannya berubah? J liburan masih suka kumpul-kumpul di café nonton bareng, denger life music atau sekedar ngobrol minum kopi sambil menghabiskan waktu, karaoke bareng temen-temen atau malah jadi hobby shoping, nungguin midnight sale hahahahahaha…

Malamku masih seperti sebelum-sebelumnya tidur larut, tapi sekarang kembali seperti dulu berteman susu hangat atau dingin, didepan computer baca novel ( belakangan budget buat beli buku keseret buat yang lain-lainnya hahahaha…makan aneh-aneh bayar sendiri :P) kalau gak ngegame di PSP sambil nonton tv biar gak ngerasa sendiri. Hp nya ku biarin talk timenya 0, sesekali ku isi biar terus on nomornya. Ada plus minus nya sih, jadi ribet kalau ada perlu yang cuma lewat Hp, pinjem Hp Bunda atau punya nyonyo :D. Yang disana masih juga tidur larut? Masih suka ke pendopo? Masih suka naik sepeda malem-malem cuma buat cari wedang ronde? Atau ngamar sambil OL main poker denger prambros FM (L masih mimpi kebeli compo.# # gaya maunya yang complete # #)? Pernah ngulangi malam-malam bicara diloteng dengan jus strawberry? Hahahaha..indah sepertinya. Sudah lengkap buku-buku Robert Kiyosaki.

Aku belum melakukan apapun ke sosok yang bilang cinta pada ku. “Mencoba meredam kekaguman dalam hati, yang tiap kali bertemu semakin mengagumkan. Dan g suka sama lo jauh sebelum g sadar kalau g suka”. Subhanallah, betapa baik Tuhan pada ku.

Saat ingin ku berlaku sesuatu Aku ingat pembicaraan kita tentang seseorang yang baru saja di karuniai seorang putri. Kamu bilang “mungkin kamu hanya serep”, kalau iya seperti itu masih patut aku mensyukurinya atau iyakah aku ini serep. Nyatanya memang benar mereka melakukan pendekatan kebanyak orang bahkan bukan sekali menjalin hubungan intim. Aku geli J membayangkannya, mau-maunya meletakkan hati pada sosok ini. Sosok yang complicated. Aku malah jadi bingung mau bilang apa, lah wong yang mau diomongin wes ngerti Aku gak anggap di lebih dari teman.

Kutunggu perkembangan selanjutnya dengan tidak melkukan apa-apa. Ini keputusanku saat ini, bagaimaa menurutmu? Karena menurutku semakin dijelaskan akan semakin penasaran.

….

Barusan ngasih tau undangan dari teman ke teman malah ditanya kapan mau kasih undangan. J hahahaha… tunggu nanti kalau ku beri undangan pertanyaan apa lagi yang bakal muncul..haahahahahaha…. Malam ini ingin maem sup jagung, Susu hangat di BTC atau di corner saja. Semoga lancar. Apa rencanamu malam ini?Semoga menyenangkan.

Sayang kamu kini dan nanti

Senin, 04 Oktober 2010

Kenyataan

Hai, Blog!
detik ini kepalaku serasa berputar. lama kita gak ketemu ya? ku rasa kamu baik-baik saja. Banyak hal terjadi belakangan ini, dihidupku didiriku, dilingkungan kita dan juga dengan dirimu yang tak ku tahu.

Aku semakin menyebalkan blog. Terkadang aku ingin menangis mendapatinya, Kamu tahu aku suka melihat hujan bermain bersamanya. Tapi itu dulu sekarang ah mulai beberapa waktu yang lalu aku tak dapat lagi bermain bersamanya bahkan menyapanya. Seperti saat ini suhu tubuhku un-stabil hanya karena beberapa menit terguyur hujan saat diBJ bangunan BSD sore kemarin. Sebelum hr ini aku tak tau mengapa sering ngedrop seperti ini, Bak seorang ilmuan apa yang ku rasakan ku analisa. Range waktunya dua minggu sebelum hari ini. kali pertama ku sadari ada yang salah di sistem tubuhku. ku ekam semua hal yang ku lakukan sampai seminggu yang lalu pulang kerja kehujanan dan akhirnya tergolek ditempat tidur. hari hari berikutnya mensiasati hujan agar kepalaku gak basah dan benar tak terjadi apapun dengan sistem tubuhku, sampai kemarin hujan itu tak dapat ku hindari. Survive biar gak nyusahin banyak orang...

Berharap tidak terjadi sesuatu yang mengkhawatirkan disistem tubuh ini.

Perubahan-perubahan dilingkungan, semakin banyak saja orang yang bisa bicara. ada plus banyak minusnya. dan gilanya terjangkit di lingkungan tinggalku. saat kerja bakti lingkungan, sedikit yang bekerja dan lebih banyak yang mengomentari, Sintinggggggggg! 

Gak tau gimana caranya menggandeng bayak orang berjalan terbuka, kuat berprinsip.

Siang ini 2 message di FB, pertama pesan dari group KA BSI ngabarin seorang teman yang meninggal dunia karena kecelakaan "susi" semoga mendapat tempat yang nyaman disisiNya. kenyataan yang hidup akan mati, hidup menuju ke kematian yang tak terprediksi. kedua dari seorang kawan yang ku kira akan memberi undangan apapun, maklum marak penyebaran undangan, ternyata tidak yang dia kirimkan statement rasa hatinya yang sulit dia ungkapkan gak peduli status ku bagaimana bukan penolakan yang dia takut, dia takut saat ada penolakan putus juga pertemanan. Sekian kalinya aku bingung, bingung dan bingung. Kalau dia takut merusak pertemanan kenapa rasa itu di biarkan hidup menghantui hidupnya (baru seminggu lalu ku pastikan keteman kampusku aku temannya dan akan tetap menjadi temannya lewat telpon, saat dia berusaha membuka jalan setapak pembicaraan). Untuk yang ini aku belm lakukan apa-apa, aku masih bingung dan kondisiku belum bisa berpikir sehat. Hanya puing-puing kecil yang ku tahui sekarang, sms-sms tengah malam yang sering ku terima dari unknowing number berisi kata-kata motivasi cinta dan lain-lain ternyata dari sosoknya. Jadi kepikiran Golden ways mario teguh semalan "SEPI"... butuh waktu untuk menyiapkan diri menyikapi hal ini.

resiko orang cantik kata blackout.... Thanks God