Senin, 14 Januari 2013

hutang 2012



Kata kawanku "senyumku punya banyak arti" dan menanggapinya pun aku hanya tersenyum.

Terpikir sebanyak apa teka-teki tentang ku dikepalanya. Padahal yg kurasa sederhana, ga serumit demokrasi di Negara ku, yang karena demokrasi menciptakan puluhan partai.

Tahun lalu hutang penjelasan tentang sombong. Aku kaget ga tau harus bicara seperti apa saat pertanyaan "sombongnya dimana". Bingung ya, baiklah ku jelaskan. Ingat ga tulisanku di Desember lalu karena temanku ada yg melangsungkan resepsi pernikahannya.

Walau aku sudah menjelaskan bersamaan dengan itu, kalau mungkin aku yang tak terbiasa dengan cara berkomunikasi teman-teman. Yang dibantahnya dengan bilang "kasih tau temen-temenmu yang lain, yang menurutmu ga sombong". Ak tersenyum, tersentak juga, memutuskan untuk tidak menjawab, malah digoda untuk menjawab pertanyaannya disini. Baiklah kuterima tantangannya, sudah dimaklumi minta ditampar rupanya. Ak tak senang berpenampilan mengikuti jaman yang tidak membuatku nyaman, yang menurut teman-teman kuliah berantakan, ndeso, ga gaul dan mungkin kehidupanku sama berantakannya seperti tampilanku. Sebenarnya bebas kalau mereka hanya berpikir saja dan tidak dibagi sampai terdengar olehku, ga akan marah juga sih tau kenyataan seperti itu. Tapi ga bisa dipungkiri kalau penasaran dan ingin melihat lebih dekat yg sanggup menilai seperti itu sangat besar (dalam bahasaku mungkin sebuah pembuktian). Kamu mau tau bedanya, dalam penampilan yang sama ak ga pernah dapat masalah dalam bergaul, mereka mungkin menilai tp tak menghakimi, karena berteman bukan sekedar sama dalam penampilan atau sama dalam berucap ( menilai, berpikir itu hak pribadi masing-masing, saat diutarakan ke orang lain, tanpa mengerti kondisi menurutku itu sombong).

Kira-kira begitu kondisinya untuk menjawab pertanyaannya.

Saat dengar pembelaannya pada temen satu itu, sebenarnya ingin bilang "Please deh, jgn dangkal" tapi takut lihat wajahnya. Kalau marah aku bisa terima tapi kalau memerah, ak ga tau mau bereaksi seperti apa.
Ga ada maksud mengecilkan apa yang dia sudah usahakan untuk dia dan keluarganya dan ga berniat merusak perkenalan ku dengan dia yang memang hanya sama-sama kenal. Hanya ingin kawanku mengerti, ini bukan suksesnya dia dimata kawanku dan keluarganya menjalani tanggungjawab sebagai tulang punggung keluarga. Seperti yang sudah ku katakan "tanggungjawab yang kita terima ga akan melebihi kemampuan", lagi pula seperti kata kawanku "semua ada campur tangan Tuhan".

Aku bersyukur hidup dengan mengenal teman-teman yang mengerti tanggungjawab dan tetap santun. Aku ga asal bicara, sebut Deni teman se masa SMA dulu. Anak tertua dengan single parents, mampu selesaikan pendidikan strata 1 dengan biayanya sendiri, tidak sampai disitu dia juga mampu membiayai adik perempuannya yang menjalani pendidikan kebidanan, yang membuatku iri dia mampu menapaki pulau-pulau di Indonesia. Ga ada penilaian kurang menyenangkan dari teman-teman yang lain akan dirinya. Dan seseorang yang dekat dengan ku saat ini anak pertama dari 4 bersaudara dengan Bapak pensiun, mau mengambil tanggungjawab membantu kehidupan keluarga bukan sekedar karena diminta, bisa membuat tempat tinggal nyaman untuk keluarganya, menyiapkan kehidupannya sendiri, membantu orang" disekitarnya, yang hanya bepikir karena saat ini bisa belum tentu nanti juga bisa. Walau tak ku pungkiri banyak juga teman-teman yang memamerkan apa yang dicapainya saat ini, walau pencapaiannya atas sokongan banyak orang, ga apa- ga masalah juga buatku, toh yang dipamerkannya miliknya dan nyata.

Setiap kita punya alasan untuk sombong, Manusiawi. Membicarakan kelebihan diri sendiri dan nyata menurutku bukan sombong. Tapi membicarakan ketidak mampuan seseorang hanya dengan melihat itu sombong. Maaf, mungkin sekali lagi masalah kebiasaan. 

Untuk semua kepala yang mau bertanggungjawab atas kehidupannya, semoga setiap langkahnya disertai Allah swt. Untukku semoga semakin bisa rendah hati dan untuk kawanku semoga dapat melihat dari lebih satu sudut pandang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Apa yang Anda Pikirkan