Kau sang pemilik panggung, Kau tempatkan aku senbentar dirona sumringah dan beberapa waktu kemudian Kau tempatkan aku digeliat masalah. aku tak mengeluh atas yang ku alami, tak ada yang terlewat dari pandang-Mu bukan?
Aku yang beberapa waktu lalu dibawa arus untaian kata seorang Ahmad tohari, membayangkan serupa apa jentera bianglala yang digambarkannya, lalu tanpa bercerita pada siapa pun sering kali memandang lagit berharap mendapat bayangan itu. terkadang mencoba masuk dalam peran sinden cantik dalam cerita itu, yang sering kali berakhir dengan misuh-misuh. pernah juga mencoba menghadirkan sosok tampan seorang rasus dan melihat idealismenya, yang sering kali membuatku geram.
Aku hanya menyadarkan diri bahwa setiap kita selalu punya beban yang tak bisa diukur atau dibandingkan satu sama lain, tak peduli siapa kita, latar belakang kita, usia kita, semua sudah diberi sesuai porsinya masing-masing.
***
Sesuatu yang nyata terjadi padaku jauh dari cerita fiksi yang ku baca.
"sayang, buka matanya. liat deh ke jendela" katanya membangunkanku. memandang gelap diluar dan sesuatu yang yang banyak bercahaya. bukan bintang, :D lampu dari penerangan rumah-rumah, gedung, jalan, juga kendaraan. "banyakkan?.. suka? kalau sekarang bisa hitung?" godanya. terpaku memandang kearah luar, kondisi ini, situasi ini, berbalik arah memandangnya yang mampu terekspresi hanya senyum, ntah mataku berbinar atau tidak, ntah wajahku merona atau tidak, reaksinya menggenggam jemariku erat.
saat itu, ada syukur yang tak bisa ku gambarkan. harap yang tak putus, semoga hal-hal seperti ini mengisi kehidupan kami. Aku bersyukur akan kehidupanku, bersyukur atas keinginan-keinginan yang terwujud walau tak pernah kuungkapkan. bersyukur atas kondisi ini, bukan hal yang tak diketahui banyak orang kalau aku begitu sering memandang langit, walau mungkin mereka tak pernah tau aku mengagumi. Aku tak tau apakah Ia merekam setiap apa yang ku lakukan, menarik kebelakang akan sosoknya yang acuh tak acuh pada kesenangan-kesenangan kecilku, :) yang memang pribadinya. Aku senang membaca cerita fiksi, dia tak membiarkan ku berlama-lama membaca di toko buku tapi dibiarkan aku membeli beberapa. Dia tak menemani ku membaca, menanyakan ceritanya pun tidak hanya terkadang membaca sinopsis luar saja tapi dibiarkan aku membaca tanpa mengajaknya berbincang. Dan seperti yang balakangan ini, sebelumnya saat ku katakan langitnya indah atau bulannya cantik, tapi ia kasih liat hal yang tak ku pikir sebelumnya. ini kah yang namanya mendengar. Masihkah ku ingkari nikmat yang diberi Tuhan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda Pikirkan