Hai Mentari,
Hari ini setiap kepala punya kesibukan masing-masing kecuali aku. Pagi-pagi sudah ada yang keluar menuju harco mangga-2, yang lain sedang menimang-nimang untuk memeriksakan giginya kedokter dan aku hanya melihat diantar kesibukan ini.
Pagi ini bikin telur orak-arik (dan emang bener gak karu-karuan hasilnya, rasanya not bad lah), masak sendiri, makannya juga sendiri kalau sakit perut juga sendiri nih. Rutinitas selesai, sampai kantor jam 8.15, hmm.. tinggal tunggu teguran aja bentar lagi.
***
Aku mulai baca buku pemberian kawanku. Gak bisa secepat yang aku kira ternyata bacanya, banyak istilah yang asing ditelingaku dari institute, gelar, nama tokoh atau bahkan nama
Aku mulai merapikan bacaan-bacaan sholatku, buka buku-buku lama, sedang mencoba menghafal beberapa doa lagi (lucu ya, bukankah Tuhan itu universal yang sanggup mengerti bahasa yang tidak kita mengerti, lalu kenapa tidak ku gunakan bahasaku saja.
***
Semalam sudah mulai berkomunikasi dengan kawanku, mengesampingkan isi kepala masing-masing (mungkin seperti itu gambarnnya).
Hanya hal hal sederhana, dan aku mendapati realita yang ku akui cukup membuatku kecewa (Kami bicara tentang yang katanya tidak diingatnya, proyek melafal
Seperti yang selalu Ia katakan “Kamu suka menarik kesimpulan sendiri”, begitu juga kali ini. Aku kira selama ini belumlah siapa-siapa untuknya, tak pernah ku dapati bayanganku di jalannya, tak kudapati bauku ditubuhnya atau itu hanya piciknya pikirku, ntahlah.
Banyak rasa saat itu, yang tak tau bagaimana harus ku deskripsikan. Kenapa aku bisa tiba-tiba marah, tiba-tiba tanpa isak menangis, setelah itu bisa tersenyum. Tapi saat ini aku mengerti, Aku marah karena aku dibahongi (Aku yang merasa,mungkin), Aku menangis karena aku dibodohi dan aku tersenyum karena saat ini aku tidak bersamanya.
***
Pagi ini, masih bisa kirim-kirim pesan. Sampai di sebuah topik yang katanya tak dimengerti. Aku berusaha bilang kalau emang bicaraku yang tak biasa makanya mungkin dia bingung. Tapi kami sering berkirim pesan, sampai hal sederhana itu tak terpecahkan bukankah itu pertanda perbedaan yang ada diantara kami. Bukan mengecilkan dia, tapi memang dunia kami berbeda, pola yang melekat pada kami dan yang kami tinggalkan juga berbeda.
Aku berpikir-pikir semua yang lalu-lalu yang menurutnya tak jauh berbeda dengan yang Ia lakukan sebelumnya. Menarik nafas panjang, habis pikir hingga stak di tempat, terheran-heran dengan karakternya, pola tingkahnya bisa menarik banyak perempuan dalam peluknya dan mungkin lebih dari sekedar peluk. Bukan ingin membunuh karakter seseorang tapi coba dipikir deh apakah dia yang pintar dimata perempuan-perempuan itu? Atau perempuan-perempuan itu yang terserang blind syndrome terhadapnya?. Aku tak katakan dia jahat atau tak baik, tapi penasaran bagaimana komunikasi yang terjalin yang mungkin menurutnya normal.
Aku tertawa juga, mengingatkan diriku akan sosok itu juga yang ku sayang. Ingat saat ia katakan berjuang harus sama-sama, saat ini lebih bisa kumengerti mengapa aku tak bisa menyanggupinya, terlalu banyak keraguan atasnya dihati dan logikaku. Aku sayang dia dan tak ingin ku sangkal itu, tapi mampukah aku berjalan bersamanya dengan masalah-masalah ku dan dia. Nyatanya aku orang yang selalu berusaha realistis masalah tidak selesai hanya dengan membicarakannya. Aku tak menemukan jalannya. Aku tak tau bagaimana caranya agar aku layak berdiri disisinya, dan meyakinkan dunia bahwa dia layak untukku.
Kalau mereka bilang aku aneh, ya memang. Aku tak pernah berusaha sama dengan siapapun, atau sebenarnya tidak seperti itu, aku sama dengan yang lain, yang hidupnya melulu dirinya. Hanya caranya saja yang berbeda, saat yang lain berusaha mengaktualkan diri dengan dinamis mengikuti perubahan yang terjadi, aku lebih memilih santai melihat untuk tau dan menyingkirkan yang membuatku tidak nyaman acuh akan pandangan dunia. Kalau orang bilang Aku cuek, sebenarnya tidak juga aku sama dengan yang lain mengikuti arus, hanya cara kami mengalir yang berbeda. Sebagian mereka ikut yang lain mengalir atau membuat yang lain mengalir bersamanya dan aku, ikut mereka saat ku rasa aku nyaman dan tidak berusaha membuat mereka tertarik pada duniaku. Seperti inikah yang dunia tangkap akan diriku? Aku hanya sedang berusaha menikmati penelaahanku.
Saat membaca “yang disana sudah merasa nyaman sepertinya” aku tersenyum. Kalau aku bilang aku tak nyaman apa yang bisa dunia perbuat untukku, buatku hidup tetap banyak pilihan.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda Pikirkan