Tiga minggu terakhir penuh pelajaran, penuh perdebatan tenang bukan dengan manusia lain tapi dengan hati dan logika. Tanggal 28 mei jatuh peringatan hari raya waisak, kebiasaanku menghargai perbedaan terbawa hingga kini tida hanya untuk teman-teman Budhis tapi untuk yang lain juga tak beda. Dengan sms atau sekedar posting via FB ku beri ucapan selamat yang sedari dulu ku tau mungkin aku sebagian dikit dari keluarga muslim ku yang lain mungkin bersedia memberi ucapan untuk perayaann agama lain, aku pun tak memermasalahkan toh itu paradigma mereka. tak sedikit pula yang mendebat cara ku bergaul dan apa yang kubaca tapi jauh sebelum ini, mungkin banyak dari mereka enggan sudah memberiku warning, toh tak lebih membuatku lebih fanatik.Aku tak ambil pusing dengan pandangan keluarga muslim ku selama bertahun. kakak kelas ku sewaktu SMU tempat ku meminta pandangan masalah kehidupan, caranya menyikapi masalah begitu sederhana tetapi penuh tanggungjawab menurutnya hidup penuh pilihan. Budhis satu ini menghargai perbedaan atau karena aku pun tak peduli perbedaan, sampai tanggal 28 mei lalu saat usia ku setua ini.
Aku memberi ucapan yang menurutku wajar-wajar saja, malah terkesan basa-basi walau aku benar-benar ingin mengucapkannya. Dia menjawab pesan ku yang berisi terimakasih dan harapan semoga semakin banyak orang yang bisa menghargai perbedaan. beberapa waktu ku kaitkan kalimat itu dengan banyak hal yang terjadi dalam dunia nyata, Gaza, Tailand, Naga Mas Singkau seolah ku pahami isi nya, tapi saat ku tilik dirinya, sungguh ku pahami kata-katanya.
Aku berpikir Apa menurutnya yang ku lakukan tak wajar?Tak biasa?atau sebaliknya senangkah?Ah...apa salahnya mengucapkan kata selamat toh tak membuat iman ku jauh berkurang atau bertambah. Setiap hal punya porsinya sendiri-sendiri tak perlu khawatir berlebih.
Jadi ingat seorang kawan kuliah, Tri namanya. Saat natal tahun 2009, saat banyak teman kampus merayakannya. dan dengan suka cita ku beikan mereka selamat ditariknya aku, sambil lalu dia tanyakan "bukannya gak boleh ya ngucapin selamat ke agama lain?", "Aku bingung juga tuh gak ngucapin gak enak tapi kalau ngucapin takut dosa" serta merta aku ketawa "Aku gak peduli itu, Tri. yang ku tau yang ku lakukan baik untuk hidupku di masyarakat, tidak membuat sekat yang ekstrem karena perbedaan agama. Lagi pula setau ku agama yang ku yakini gak suruh kita membeda-beda orang. Kalau Allah aja bilang yang membeda kan manusia cuma amal ibadah, sombong kalau aku ngebuat perbedaan-perbedaan lain. Selama di kepala ku masih yakin Lakum diinukum walliadinn, buat ku gak masalah"
Ingin banyak orang melihat indahnya perbedaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda Pikirkan